Minggu, 30 November 2014

Cerpen Seribu Bintang Origami




SERIBU BINTANG ORIGAMI
 



“Sudah berapa bintang dik?” pertanyaan itu terus terngiang di benakku tak kala aku menyelesaikan misi terbesar dalam hidupku. Potongan-potongan kertas origami itu terus ku rangkai menjadi suatu bentuk butiran-butiran bintang kecil yang sangat berharga menurutku.
Origami, ya memang benar. Origami bagiku adalah sebuah kertas yang mempunyai makna mendalam. Aku sangat menyukai kertas origami. Origami membuatku berimajinasi tinggi mengingat seseorang yang penting dan berharga dalam hidupku.
 Ada sebuah mitos kuno yang mengatakan jika kita membuat sesuatu menggunakan kertas origami sebanyak seribu buah maka impian kita akan menjadi kenyataan. Beranjak dari mitos kuno itulah aku bertekat memuat butiran bintang kecil yang jumlahnya seribu bintang. Aku yakin seribu bintang akan membuat impian jadi kenyataan.
***
“Huft.., panas sekali rasanya”, gerutuku.
Teman macam apa sih dia? Pengen aku menendang bokongnya, pengen aku tampar dia rasanya. Tak tahan aku melihat kelakuannya yang makin hari makin menjadi-jadi. Tapi aku harus selalu berada dalam koridor yang sewajarnya. Aku pasti bisa sabar menghadapi pengkhianatan yang dia perbuat padaku. Aku yakin Tuhan tak tidur.
Aku berteman dengannya memang belum begitu lama, sejak aku masuk ke salah satu organisasi di kampus aku sering bersamanya. Melewati hari-hari berorganisasi bersamanya membuat warna baru yang lumayan menyenangkan menurutku. Tak ada cacat yang terasa saat berteman dengannya. Semuanya baik dan tak ada masalah. Aku tak pernah berburuk sangka padanya. Aku selalu membangun kepercayaan kalau pertemanan yang aku jalani dengannya akan berlangsung lama hingga jauh  hari nanti. Aku benar-benar menikmati pertemanan dengannya. Aku berharap diapun merasakan hal yang sama denganku.
Jeje, begitulah aku memanggilnya. Pemilik nama lengkap Jeniver Clarisha Stuart inilah yang menjadi teman pemberi warna baru hidupku. Jeje memiliki paras wajah yang sangat indah, kulitnya putih bersih, postur tubuhnyapun cukup untuk dikategorikan sebagai model kelas dunia. Ditambah lagi dengan tahi lalat mungil di dagu yang membuat wajahnya semakin istimewa. Tak heran kalau banyak senior-senior cowok dalam organisasiku yang ingin mendekatinya. Aku nggak iri sih, tapi wajahku juga tak kalah istimewa. Aku memiliki mata jernih yang bulat, orang- orang bilang mata indah itulah yang membuat aku terlihat istimewa. Itu orang lain loh yag bilang, bukan aku. Aku dan Jeje selalu bersama saat ngumpul di organisasi. Di mana ada aku pasti di sanapun ada Jeje. Bahagianya selalu bersama, akur dalam tawa dan semangat.
***
Malam itu organisasiku mengadakan suatu acara keakraban antara senior dengan junior. Aku ditunjuk untuk menjadi pembawa acaranya. Penampilanku malam itu sangat mempesona. Aku menjadi topik pembicaraan senior setelah membawakan acara itu dengan sangat baik. Dikarenakan acaranya selesai sudah larut malam aku pulang diantar oleh Randi salah seorang seniorku di organisasi tersebut. Sebelumnya aku tak pernah kenal dengan Randi, selama perjalanan pulang itulah aku berkenalan dengan Randi. Kesan pertama yang ku dapat dari perkenalan itu adalah bahwa Randi sangat humoris dan menyenangkan. Entah apa yang merasuki ku hingga sepulangnya Randi mengantarku, aku terbayang-bayang gelak tawanya.
Sejak malam itu aku jadi dekat dengan Randi. Pendekatan demi pendekatan dilakukan Randi. Akupun merasakan kenyamanan saat berada di dekatnya. Lambat laun akupun jadian dengan Randi. Bagiku Randi adalah segalanya. Aku sangat menyayangi Randi. Aku selalu berharap hubungan yang aku jalin dengan Randi akan bertahan lama. Banyak hal yang aku lewati dengan Randi. Randi selalu berpesan kalau dia tidak akan pernah mencintaiku seperti bintang karena bintang hanya ada saat malam hari. Dia akan mencintaiku seperti udara karena udara akan membuatku hidup selamanya. Kata-kata itulah yang selalu aku tanamkan dalam benak. Aku selalu percaya dengan perkataan Randi. Randi tak akan mencintai ku seperti bintang.
***
“Eh..sepertinya aku mengenal kedua orang yang berboncengan itu”, hatiku gemetar tak ingin melihat kenyataan yang menyakitkan itu. Aku melihat kekasihku membonceng temanku sendiri Jeje. Badanku terasa kaku menyaksikan semuanya, tapi aku tak mau berprasangka buruk. Aku mencoba meyakinkan hati kalau hal tersebut hanya kebetulan dan tidak ada apa-apa dibalik semuanya.
Diiringi rasa penasaran, curiga, dan kebingungan aku menjalani hari-hari bersama Jeje. Aku takut untuk menanyakan apa yang telah ku lihat sebelumnya. Ku berusaha untuk menyembunyikan rasa penasaranku. Aku takut hubunganku akan rusak dengan Jeje hanya gara-gara prasangka yang tidak benar itu.
Sejak aku menyaksikan hal yang menyakitkan itu aku merasa perhatian Randi berkurang terhadapku. Aku merasa Randi berubah. Aku selalu bertanya kenapa dia seperti itu tapi selalu tak mendapat jawaban pasti. Randi bilang semua baik-baik saja, semua masih seperti biasa. Karena rasa cinta yang amat mendalam terhadap Randi aku tidak mempermasalahkan perubahan yang ku rasakan darinya. Aku mencoba untuk bersabar dengan hal itu. Lambat laun perubahan sikap Randi kian terasa nyata. Aku sangat bingung kenapa Randi bisa begitu, tapi aku hanya bisa selalu bersabar.
Hingga suatu hari aku menyaksikan lagi kenyataan yang mungkin merupakan jawaban dari tanda tanya besar yang selama ini aku simpan atas perubahan sikap Randi kepadaku. Jeje terlihat sangat mesra berboncengan dengan Randi. Aku terdiam kaku tak bisa bergerak dan berkata apa-apa, hanya mataku yang indah mengeluarkan tetesan air  mata. Tersentak langsung pikiranku melayang kepada janji yang sering diucapkan Randi kepadaku “aku tak akan mencintaimu seperti bintang karena bintang hanya bersinar di malam hari, tapi aku akan mencintaimu seperti udara yang akan membuatmu hidup selamanya”. Air mata yang membasahi pipiku tiba-tiba berhenti, wajahkupun langsung berubah menjadi raut wajah penuh dendam.
“Teman macam apa sih dia? Panas sekali rasanya”, aku menggerutu dalam hati. Dendam pun muncul dipikiranku. Semua kepercayaanku terhadap Jeje yang selama ini kubangun akhirnya runtuh seketika. Aku bertekad kalau aku akan membalas semua pengkhianatan yang dia lakukan.
Mulai dari hari itu aku sangat membenci bintang. Ternyata cintanya padaku adalah cinta seperti bintang. Ingin rasanya aku merobek-robek wajah Jeje dan Randi yang telah menyakitiku. Aku menghukum diriku sendiri. Aku selalu bertanya-tanya “Apa sih sebenarnya salahku?”. Apa kurangnya aku. Segalanya telah ku berikan untuk Randi. Begitu juga Jeje. Aku telah menganggapnya seperti saudara sendiri tak sangka dia sangat busuk, perebut kekasih orang lain. Hatiku selalu berkoar-koar tak kala mengingat penghianatan itu. Aku sangat membenci bintang.
***
  Hari-hari ku lewati dengan penuh rasa dendam dan kebencian. Tak kala melihat bintang hatiku selalu menggerutu. “Aku benci bintang!!!”  hatiku selalu meneriakkan hal tersebut. Memang tak mudah bagiku untuk melupakan apa yang telah terjdi. Ssssst..hati ku sering berbisik.
Telah lama waktu berlalu sejak tragedi penghianatan itu. Aku tiba-tiba bejumpa seorang lelaki yang tak begitu saja ku percayai untuk mendekatiku. Belajar dari pengalaman aku tak membiarkan diriku untuk dengan mudahnya didekati dan mudahnya mempercayai sebuah kata-kata.
Dia mendekatiku dengan cara yang berbeda. Dia memperkenalkan kertas origami padaku. Dia menceritakan mitos tentang kertas origami. “Jika kita membuat sesuatu menggunakan kertas origami yang jumlahnya seribu buah maka impian kita akan tercapai.” Mitos tersebut seperti menghipnotisku. Bertolak pada pengalaman sebelumnya, aku tak akan dengan mudah mempercayai kata-kata dari seseorang. Tapi entah kenapa mitos tersebut langsung merasukiku. Pikiranku langsung terbang dan hatiku langsung bertekad membuat sesuatu dari kertas origami.
Entah kenapa hatiku menuntun untuk membuat suatu yang sangat ku benci menggunakan kertas origami tersebut. Aku membuat bintang-bintang kecil nan cantik dari potongan kertas origami. Bintang-bintang tersebut sangat indah sekali. Sesuai dengan tuntunan mitos yang diceritakan seorang yang baru saja mendekatiku aku akan membuat seribu bintang dari kertas origami. Dengan penuh harapan seribu bintang tersebut akan dapat mewujudkan keinginanku. Keinginan yang selama ini tersimpan kuat di dalam hatiku, yaitu membalas semua kesakitan yang diperbuat Jeje dan Randi kepadaku.
Perlahan-lahan aku menyelesaikan bintang yang kali ini berubah menjadi sesuatu yang berharga dan berarti. Bintang-bintang origami tersebut perlahan membuatku sedikit melunak dan kian dekat dengan dia si pembawa mitos. Aku sudah tak segan lagi bercerita apapun kepadanya, tak terkecuali cerita masa laluku yang menyakitkan itu. Aku menceritakan semuanya dan dia selalu menuntunku untuk melimpahkan setiap kemarahanku kepada setiap butir bintang yang ku rangkai menggunakan kertas origami. Saat aku merasa marah maka aku akan malampiaskan kemarahanku terhadap bintang-bintang origami, aku akan langsung membuat bintang dari kertas origami.
Setiap hari dia selalu menegurku dengan menanyakan sudah berapa bintang yang telah ku selesaikan. Aku baru saja membuat tiga belas bintang. Rasa malas tiba-tiba hinggap. Aku merasa tak mau melanjudkan membuat bintang itu. Lagian dulu akukan benci dengan bintang.
“Sudah berapa biji dik? Ayo, masak hanya segitu semangatmu. Lanjudkan dong bikin bintangnya. Ingat lo seribu bintang origami akan mewujudkan impianmu”. Lagi-lagi mitos itu membuat semangatku berkobar untuk menyelesaikan seribu bintang origamiku. Aku memasang niat lagi untuk membuat bintang origamiku.
 Saat aku membuat bintang yang keempat belas aku disentak oleh kabar yang mengejutkan. Si pembawa mitos mengenai kertas origami itu meninggal dunia. Hal tersebut sangat membuat aku terkejud dan bersedih. Rasanya baru rasa aku mendapatkan seseorang yang dapat ku percaya tetapi seseorang itu cepat sekali pergi meninggalkanku. Aku tak akan mau rugi, aku menanamkan dalam hati ku kalau aku harus menyelesaikan seribu bintang origamiku dengan impian dapat bertemu kembali dengan dia si pembawa mitos. Keinginan awalku yang ingin membalas dendam terhadap pengkhianatan yang dilakukan teman dan mantan kekasihku berubah menjadi ingin bisa bertemu lagi dengan si pembawa mitos.
***
Sekarang bintangku telah berjumlah 61 buah, jalanku menuju impian semakin dekat. Tak sabar rasanya. Bintang-bintang ini akan membawaku kepada impian yang akan segera terwujud.
“Sudah berapa bintang dik?” pertanyaan itu terus terngiang dibenakku tak kala aku menyelesaikan bintangku. Seribu bintang origami yang akan mewujudkan impianku. Impian untuk bertemu kembali dengan dia si pembawa mitos. Aku yakin dan percaya semua akan terwujud. Seribu bintang origami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar